Selasa, 11 Januari 2011

Membongkar Perang Islam - Kristen

Memang sudah lazim dinyatakan perang antar agama. Dan saya dalam banyak tulisan juga menggunakan kalimat yang sama. Tapi pada tulisan ini saya ingin melihatnya dari sisi yang berbeda.

Islam dan Kristen, seperti banyak ditulis dalam literatur, memang termasuk 2 agama yang banyak mengukir lembaran hitam dalam sejarah agama. Sering terjadi pertikaian diantara keduanya. Dan hingga sekarang, hal itu masih saja berlangsung. Baik konflik secara terbuka maupun secara terselubung.

Tapi bila ditinjau secara filosofis, secara substansial, bagi saya yang terjadi sebenarnya bukanlah perang antara agama. Tapi adalah:


Pertama: Perang politik

Islam, dalam realitasnya banyak dipeluk oleh Timur. Dan Kristen, lebih banyak dianut oleh Barat. Dalam kancah politik internasional, kedua kubu ekstrem ini, Barat dan Timur, bagaikan minyak dan air. Relatif sulit disatukan. Dan secara politis, Barat dalam hal ini cendrung berusaha merebut lahan imperialisme, baik imperialisme gaya lama maupun imperalisme gaya baru (infeksi budaya dan pemikiran). Dalam hal ini, ambisi kekuasaan dan rasa superiorlah yang banyak bekerja. Dan biasanya, Barat (Kristen) relatif lebih agresif ketimbang Timur (mayoritas Islam).

Nah, dalam rangka memperebutkan daerah-daerah jajahan yang ingin dikuasai itulah maka timbulnya berbagai strategi politik. Dan salah satu isu yang paling sensitif dan empuk untuk dijadikan kambing hitam adalah agama. Maka dijadikanlah agama sebagai tumbal politik, misalnya dengan cara membangun citra yang buruk terhadap suatu agama. Dengan memancing amarah umat agama, dengan memancing kecemburuan sosial antar pemeluk agama dan seterusnya. Begitu isu agama memanas maka disitulah pendekar-pendekar politik dunia memainkan perannya dibalik layar. Begitu salah satu agama jadi korban, maka mereka tinggal menancapkan kekuasaan di suatu Negara. Dan pada akhirnya tentu mereka juga akan mengeruk berbagai keuntungan. Tapi di permukaan konflik atau perang yang terjadi seakan-akan murni konflik agama.

Kedua: Perang ekonomi

Meskipun tidak mucul dan dinyatakan secara tegas, dibalik konflik antar kedua agama ini tidak jarang juga tersembunyi motif ekonomi. Yaitu saling memperebutkan lahan untuk perekonomian. Baik secara internasional, nasional, daerah maupun secara individu. Meminjam analisis Marxis, dengan teori pertentangan antar kelas, maka konflik agama di sini pada intinya adalah konflik antar si pemilik modal dengaan buruh. Antara si kaya dan si miskin.

Nah, Kristen dalam hal ini relatif berada di posisi kelas pemilik modal (kaya), sedangkan Islam sebaliknya berada di posisi sebagai buruh (miskin). Maka secara psikologis terjadi semacam kecemburuan yang bersifat ekonomis. Akibatnya begitu muncul sedikit gesekan sebagai pemicunya, maka pertikaian menjadi sangat mudah terjadi, yang intinya adalah sebagai saluran untuk melepsakan hasrat kedengkian. Tapi dipermukaan, lagi-lagi konflik itu terlihat seakan-akan murni konflik antar agama.


Ketiga: Perang pemikiran.

Khusus pada bagian ini, saya melihat perang antar Islam Kristen dipicu juga oleh pemikiran. Kedua belah pihak bersaing agar pemikiran (dalam hal ini konsep keagamaan) merekalah yang hendaknya menang. Ini terkait dengan keyakinan. Keyakinan bahwa agama yang dianut adalah sesuatu yang benar menurut versi mereka masing-masing. Maka terjadilah perang wacana. Saling menyebarkan promosi dan provokasi melalui media-media publik, baik media pemberitaan, penyiaran maupun media online. Nah ketika perang wacana ini memuncak dan tidak terkendali, dan salah satu pihak merasa terancam, maka perang wacana ini bergeser menjadi perang otot. Msks terjadilah perang fisik.

Dan sehubungan dengan media online seperti adanya Kompasiana ini, maka saya melihat konflik antar Islam Kristen ini akarnya adalah pada cara berpikir. Salah satu pihak merasa tidak berdaya melawan pikiran rivalnya. Ada posisi tawar intelektualitas yang tidak berimbang. Akibatnya terjadilah perang mulut, debat kusir dengan cara saling menggunakan dogma masing-masing agama sebagai senjata dan perisai.

Nah, dari ketiga penyebab ini saya menyimpulkan tidak ada perang agama dalam arti yang sebenarnya. Melainkan adalah perang di luar nilai-nilai keagamaan. Dan sehubungan dengan Kompasiana sebagai media publikasi online, sebagai media sharing gagasan, maka saya melihat, konflik antar Islam Kristen sebenarnya hanyalah konflik antar ketidakberdayaan cara berpikir. Konflik intelektualitas. Konflik terjadi karena saling tidak bisa memahami pemikiran lawan diskusi.

Apalagi pemikiran yang dijadikan topik adalah agama, maka kedekatan secara emosional terhadap apa yang diyakini membuat ketidakberdayaan itu menjadi semakin tinggi. Ibaratnya, ketidakberdayaan intelektualitas (untuk tidak menyebutnya kebodohan) adalah sebagai cetusan apinya, dan keyakinan adalah sebagai minyak tanahnya. Maka berpadulah antara kebodohan dengan amuk keyakinan. Lalu apa hasilnya? Terjadilah debat kusir, saling ejek, saling hujat dan saling tuding.

Jadi dalam konteks diskusi online ini, saya melihat tidak ada perang antar agama. Yang ada adalah perang antar kebodohan.

Kenapa saya berani menyatakan perang antar kebodohan?

Jika cara berpikir, mindsitenya di rubah, seperti yang terjadi pada tokoh-tokoh agama, para rohaniwan, para cendekiawan agama, nyaris tidak akan terjadi perang mulut dan debat kusir. Sejauh ini, saya belum pernah mendengar atau melihat para cendekiawan agama perang mulut sampai naik pitam apalagi sampai turun ke jalan dalam perang antar agama. Tapi jusrtu mereka bisa duduk tenang saling bersahabat dalam sebuah diskusi antar agama, tanpa ada rasa geram.

Kenapa mereka bisa demikian?

Karena mereka sudah memadai secara intelektual. Masing-masing sudah memliki bekal pengetahuan yang cukup. Masing-masing sudah mempunyai basic berpkir secara metodis, sudah ada epistemologis yang mereka pahami. Sehingga mereka tahu apa yang menjadi pokok persoalan. Dan mereka bisa membedakan mana yang diskusi dan mana yang debat kusir. Mana yang bertanya dan mana yang menghujat. Mana yang wilayah kajian agama dan mana yang wilayah keyakinan pribadi. Mana yang wilayah topik tulisan dan mana wilayah unsur pribadi. Dan seterusnya.

Lalu apa jalan keluar dari kemelut ini?

Menurut saya adalah pembenahan cara berpikir. Pembenahan metode berpikir. Belajar memahami apa itu keyakinan dan apa itu kajian. Memahami apa perbedaan antara memikirkan sesuatu (agama) dan dengan meyakini sesuatu (agama). Selama dua hal mendasar ini belum dipahami maka mis understanding akan terus terjadi.

Dan ilmu yang sangat tepat untuk hal ini muenusurt saya adalah dengan mempelajari logika. Atau mempelajari Filsafat umum atau Filasat Agama. Tapi sayangnya, oleh umumnya umat agama, di level umat (akar rumput) kedua hal ini sudah dicoret dan dianggap sebagai musuh agama, yang dalam Islam hal ini sudah berlangsung sekian Abad silam, sejak kemengan paham Al Ghazali atas Ibnu Rusyd.

Ini bukan berarti saya mendewakan akal, seperti yang banyak dituduhkan sebagian Kompasianer, tapi adalah sebagai pisau analisis. Soal meyakini, itu adalah milik saya pribadi yang tidak perlu saya pertontonkan di depan umum. Cukup saya perembahkan secara pribadi langusng pada Tuhan yang saya gyakini. Dan keyakinan saya itu hal ini tidak akan berkurang atau bertambah dengan saya menggelar ketaatan dalam debat publik. Tapi soal diskusi, soal sharing gagasan, bagi saya tidak ada modal lain selain ketajaman berpikir. Tanpa hal ini, tidak mungkin akan terjadi diskusi. Paling tinggi, yang terjadi adalah ceramah, nasehat dan saling hujat. Setelah itu saling bersorak huuu atau Allahu Akbar.

Jadi kesimpulan saya, tidak ada perang antar Islam dan Kristen.
Yang ada hanya perang kebodohan antar umat Islam dan umat Kristen.

Dalam pandangan saya, seorang agamawan sejati, tidak akan mencela keyakinan atau agama apapun. Karena mereka memahami, secara hakiki, tujuan agama adalah sama, yaitu mengajarkan kedamaian. Perbedaan hanya terjadi pada detail dalam mengekspresikan keagamaan mereka masing-masing. Dan keyakinan itu? Tidak bisa diadili. Yang bisa hanyalah saling berbagi penghayatan, untuk mengambil hikmah, untuk saling memperkaya keyakinan masing-masing. Tanpa ada pihak yang merasa terancam apalagi dilecehkan.

So, bagaimana menurut anda?

0 komentar:

Posting Komentar