Sabtu, 08 Januari 2011

Hebatnya Islam Mengatur Pasar

Islam mengatur tentang pasar etika perdagangan. Sejarah membuktikan, aturan Islam di pasar terbukti cukup handal dalam membasmi beragam bentuk kecurangan dan penipuan

Sebelum Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam SAW menaklukkan Kota Makkah, sejumlah pusat bisnis berupa pasar sudah banyak berdiri di kota ini dan sekitarnya. Model dan bentuknya masih sangat sederhana, tapi sudah bisa melayani kebutuhan masyarakat kala itu.

Pada saat tertentu, pasar-pasar di Kota Makkah dipenuhi oleh pengujung. Pemandangan seperti ini kerap terjadi ketika kafilah dagang berdatangan dari perjalanan bisnisnya dari luar Kota Makkah. Kafilah dagang ini biasanya membawa dagangan yang sangat dibutuhkan oleh penduduk kota.

Di antara pasar yang cukup dikenal kala itu adalah Pasar Dumatul Jandal. Pasar ini biasanya mencapai puncak keramaiannya pada awal bulan Rabi’ul Awwal. Pada bulan ini para pedagang Arab berdatangan dari berbagai penjuru guna melakukan ekspedisi besar-besaran di tempat tersebut.

Ada juga Pasar Dzil Majaaz yang lokasinya berdekatan dengan Arafah, Pasar Majanah dekat Makkah, Pasar Ukaz dekat Thaif yang kerap menjadi ajang bertemunya para pujangga Arab.

Sama dengan Pasar Dumatul Jandal, pasar-pasar itu akan mencapai puncak keramaiannya, ketika kafilah dagang berdatangan dari Syam, Yaman, dan daerah lainnya.

Namun, di pasar-pasar itu belum ada regulasi yang bisa mencegah praktek kecurangan dan penipuan. Alhasil, para penjual bebas menerapkan sistem jual beli apa saja, asal menguntungkan, dan bisa melariskan dagangannya. Termasuk sistem yang sarat dengan penipuan dan kecurangan tadi.

Ada beberapa sistem jual beli yang cukup dikenal kala itu. Misalnya, sistem al Hashah. Jual beli dengan Hashah itu adalah transaksi dengan cara melempar batu ke salah satu barang atau tanah, begitu batu mengenai obyek, itulah yang akan dikenakan harga tertentu. Transaksi seperti ini sarat dengan ketidakpastian dan spekulasi.

Ada juga sistem jual beli Najasy. Jual beli ini mirip sistem lelang. Bedanya pada niat si pembeli. Di antara pembeli itu ada yang palsu. Sang pembeli palsu menawar barang bukan untuk membeli tapi sekedar menaikkan harga barang tersebut.

Para rentenir pun tidak tinggal diam. Mereka juga turut memanfaatkan kekosongan aturan untuk mengeksploitasi orang-orang lemah yang butuh uang. Mereka menerapkan sistem riba dalam jual beli dan utang. Kondisi inilah yang semakin melengkapi carut marut kondisi pasar kala itu.

Cara Islam Mengatur Pasar

Rasulullah SAW cukup lama menjadi pedagang. Tak heran jika pengalaman dan wawasan bisnisnya segudang. Beliau cukup mengerti seluk beluk yang terjadi dipasar. Termasuk ragam praktek kecurangan dan trik kotor para pedagang dalam mencari keuntungan.

Sebelum diutus menjadi Rasul, beliau sudah memperlihatkan perlawanannya pada praktek jual beli tersebut. Beliau selalu jujur dan transparan dalam transaksi jual belinya. Bahkan sifat jujur ini menjadi salah satu ciri khas beliau. Wajar jika kemudian masyarakat menggelarinya dengan al Amin, yaitu orang yang terpecaya.

Ketika Islam berkuasa, pasar merupakan salah satu tempat yang cukup menyita perhatian Rasulullah. Beliau tidak ingin kezaliman, kecurangan dan penipuan yang sangat dimusuhi Islam itu mendapat ruang di pasar. Karenanya, ketika otoritas ada di tangannya, beliau mulai mengislamkan pasar dari segala bentuk praktek jual beli warisan jahiliyah.

Sebagai langkah awal, Rasulullah SAW mulai membuat sejumlah aturan baik yang sifatnya perintah atau larangan. Salah satu perintah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW adalah transparasi. Antara penjual dan pembeli harus selalu terbuka dalam menjalankan transaksinya.

Prinsip ini terbilang multiguna. Selain bisa mencegah sejuumlah bentuk kecurangan dan penipuan. Prinsip ini juga bisa mengalirkan rasa nyaman pada segenap pembeli. Mereka itu perlu was-was dan khawatir tertipu.

Sebagai bentuk penegakkan prinsip transparansi, semua sistem jual beli yang mengandung unsur penipuan itu dinyatakan haram dan terlarang. Jual beli Hashah, Munajasyah, dan sejenisnya akhirnya dilarang.

Untuk terlaksananya aturan ini, Rasulullah SAW dan para sahabat gencar melakukan sosialisasi. Baik melalui masjid ataupun mimbar Jum’at, bahkan langsung melakukan patroli di pasar.

Suatu ketika beliau mendatangi seorang penjual gandum di pasar. Beliau melihat gandum di permukaan sangat bagus. Beliau kemudian memasukkan tangannya ke dalam. Dan, betapa terkejutnya ketika beras bagian dalam ternyata basah.

Sejurus kemudian Rasulullah SAW mengeluarkan sebuah pernyataan yang bisa menjadi pembelajaran bagi semua pedagang. Beliau berkata, “Siapa yang menipu kami maka bukan dari golonganku.”

Di antara bentuk aturan Islam dalam jual beli adalah perintah mencatat setiap utang piutang. Aturan ini juga cukup berhasil dalam menjaga dan mengamankan hak orang yang terlibat utang piutang.

Untuk mengatasi setiap kecurangan yang terlanjur terjadi diterapkan adalah khiyar. Khiyar adalah hak penjual dan pembeli untuk membatalkan transaksi. Ada beberapa faktor yang bisa memberlakukan hak ini. Salah satunya adalah jika salah satu dari penjual atau pembeli merasa tertipu dalam transaksinya.

Razia Timbangan

Di zaman ‘Umar bin Khaththab pasar tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Untuk lebih terorganisasinya pengawasan, ‘Umar membentuk sebuah lembaga namanya Hisbah.

Lembaga yang dinahkodai langsung oleh Khalifah ‘Umar ini bertugas mengawasi penerapan syariat, dan melakukan amar makruf nahi munkar. Salah satu obyek pengawasannya adalah pasar.

Petugas lembaga ini secara rutin mengontrol dan mengawasi sistem jual beli yang berlangsung di pasar.

Salah satu bentuk kecurangan yang masih sulit dibasmi adalah dalam hal timbangan. Untuk membasmi trik kotor ini sejumlah upaya dilakukan. Selain upaya secara lisan dan peringatan keras, ‘Umar kerap mengadakan razia timbangan.

Ada ruang khusus untuk mengumpulkan timbangan-timbangan itu, lalu diperiksa satu persatu. Bagi para pelanggar akan terkena hukuman Ta’zir. Yaitu hukuman terhadap pelanggaran syariat yang tidak ditentukan kadar dan ukurannya oleh syariat.

Karakteristik Pasar Islam

Pasar dalam Islam adalah Pasar Terbuka. Semua elemen masyarakat memiliki hak yang sama untuk melakukan aktivitas jual beli. Selama mereka bisa menaati aturan-aturan yang telah ditentukan syariat, para pedagang bisa bebas berdagang di sana tanpa pungutan pajak.

Termasuk masyarakat Yahudi dan Nasrani. Mereka pun mendapatkan kesempatan yang sama dalam urusan ini. Rasulullah SAW bahkan pernah membeli bahan makanan dari mereka dan menjadikan baju besi sebagai jaminannya. Tapi, syaratnya mereka harus tunduk pada aturan-aturan yang telah dibuat oleh Islam.

Cara-cara yang kerap dijadikan sebagai cara untuk monopoli pun ditutup rapat. Menimbun barang, misalnya. Praktek ini, bertujuan agar barang menjadi langka. Jika sudah langka, maka pedagang itu akan bebas menentukan harga. Cara ini tak luput dari pantauan Islam. Islam melarang keras praktek seperti ini.

Jadi, tidak ada lagi kata ragu dalam menerapkan syariat Islam. Sebab, Islam selalu sanggup memperlihatkan kehandalan dan keindahan aturannya pada semua sisi kehidupan manusia.


Source dari : Ahmad Rifa’ / Suara Hidayatullah

0 komentar:

Posting Komentar